
Sontak kaget dapat gambar-gambar yang beredaran di media sosial. Hardiknas yang mana diperingati hari pendidikan nasional dengan Nobar bersama masyarakat film Dilan dan Yo Wes Ben.
Untukmu para cendikiawan konseptor pendidik elite,
Inikah yang kalian berikan untuk ceremony hardiknas 2018?
Atas dasar tujuan apakah ceremony hardiknas nobar 2 film tersebut?
Sengajakah merusak generasi muda negeri ini?
Apakah 2 film ini yang kalian harapkan untuk kiblat keteladanan generasi muda ini ?
aah, sudahlah, . .
kalian tak habis-habisnya membuat gaduh dunia pendidikan di negeriku ini
inikah caranya kalian mengkonsep pendidikan yang kalian kobar-kobarkan ?
Masuk pagi pulang sore bahkan hampir magrib . .
Gonta ganti kurikulum . . .
murid-muridmu kau jadikan kelinci percobaanmu . . .
Dan,
Tiba-tiba kau membuat ceremony hardiknas dengan menonton film dilan dan yo wes ben?
aaahhh, Kau sendirilah yang meruntuhkan pertahanan yang kalian gadang-gadangkan,
membuat pelajar belajar dari pagi hingga sore bertahun-tahun dan kalian memberikan ceremony dengan menonton film tersebut? inikah hasil dari konsep pendidikan dinegeri ini?
Generasi yang bermental tahu putih, jika diinjak langsung hancur . .
tidak mempunyai pertahanan diri.
Untukmu para cendikiawan konseptor pendidi di indonesiaku . . .
Kau gadang-gadangkan untuk bersekolah setinggi-tingginya
hanya saja kau lupa
mengapa kalian mengirimkan orang-orang asing untuk menggantikan posisi mereka di dalam negeri ini?
Banyak yang protes nobar dilan akhirnya diganti dengan film kartini?
sontak melihat pergantian film ini sangat menggelikan. Dengan dalih Menguatkan pendidikan memajukan kebudayaan? bolehkah saya mengkritisi dalihnya;
Dari segi manakah penguatan pendidikannya?
Dari segi manakah memajukan kebudayaan?
Film kartini, emansipasi wanita?
Sudahkah kita tau sejarah RA Kartini? Pengusung Emansipasi wanita? Persamaan Gender?
Setiap 21 April bangsa Indonesia selalu mempringati Hari Kartini. Kartini atau lengkapnya Raden Adjeng Kartini, disingkat R.A. Kartini, adalah pahlawan nasional wanita yang kita kenal sebagai ikon emansipasi wanita di Indonesia. Dalam Lagu Wajib “Ibu Kita Kartini”, ia diposisikan sebagai ibu bangsa Indonesia.
Sebenarnya, klaim R.A. Kartini sebagai pejuang emansipasi bisa dibilang aneh. Mengapa? Pasalnya, Belanda-lah pengusung pertamanya. Pemilihan R.A. Kartini sebagai lambang emansipasi wanita oleh bangsa Indonesia, menurut sejarawan Harsja W. Bachtiar, hanya ngambil alih dari orang Belanda. Semasa hidupnya, R.A. Kartini tidak dikenal oleh pribumi di luar lingkungan pribadinya. Orang-orang Belanda-lah yang memperkenalkan namanya ke kita setelah wanita bangsawan ini wafat.
Dalam catatan sejarah, tokoh sosialisme H.H. van Kol n penganjur “Haluan Etika” C.Th. van Deventer-lah aktor terdepan yang menampilkan R.A. Kartini sebagai pahlawan wanita Indonesia.
Sebelumnya, Dr. Snouck Hurgronje, penasihat pemerintah Hindia Belanda, punya “proyek” khusus terhadap Kartini.
Ia mendorong J.H. Abendanon, Direktur Departemen Pendidikan, Agama, dan Kerajinan Pemerintah Kolonial, memberi perhatian spesial buat Kartini dan dua saudarinya. R.A. Kartini juga dikenal deket dengan Estella Zeehandelaar, seorang penganut Yahudi, aktivis Freemasonry, dan aktivis Sociaal Democratische Arbeiderspartij (SDAP).
Wanita Belanda yang akrab dipanggil Stella ini memperkenalkan ide-ide Barat, terutama soal perjuangan wanita dan sosialisme, kepada Kartini. Dalam perkembangannya, R. A. Kartini sangat akrab dengan Nyonya Abendanon dan Stella. Ia rajin berkirim surat kepada kedua perempuan Belanda itu.
Curhatan-curhatannya soal feodalisme di kalangan bangsawan Jawa dan keluhannya soal diskriminasi terhadap kaum wanita, jadi pintu masuk mereka berdua untuk mewarnai pemikiran Kartini. R.A. Kartini tidak berumur panjang. Ia wafat dalam usia 25 tahun (1911). Enam tahun setelah kematiannya, J.H. Abendanon menerbitkan sebuah buku berisi surat-surat Kartini yang diberinya judul Door Duisternis tot Lich (bahasa Belanda).
Beberapa waktu kemudian menyusul terbit edisi bahasa Inggrisnya dengan judul Letters of a Javaness Princess. Lalu pada 1922 diterbitkan kembali dalam bahasa Indonesia dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran.
Kini pertanyaannya, apakah hanya R.A. Kartini wanita terhebat Indonesia? Apakah bangsa Indonesia tidak punya tokoh wanita lain yang punya andil lebih besar dalam perjuangan kemerdekaan? Bagaimana dengan Cut Nyak Dien, Cut Meutia, Dewi Sartika, dan yang lainnya, apakah mereka tidak sehebat Kartini?
Ternyata tidak hanya R.A. Kartini yang menjadi tokoh wanita terhebat.
Banyak tokoh wanita lainnya yang memiliki peran lebih besar dan nyata selain R.A. Kartini.
Jika Kartini baru sebatas menyampaikan gagasan-gagasannya kepada dua sahabat pena-nya yang orang Belanda, sejumlah wanita Nusantara telah melakukan tindakan yang lebih riil dan tampak hasilnya.
Kalo pemikiran Kartini baru disampaikan via surat ke Stella dan Nyonya Abendanon, Rohana Kudus mem-publish gagasan-gagasannya melalui koran-koran yang ia terbitkan sendiri.
Sunting Melayu (Koto Gadang, 1912), Wanita Bergerak (Padang), Radio (Padang), dan Cahaya Sumatera (Medan) adalah media-media yang memuat karya pena Rohana.
Jika kita melirik ke Aceh, prajurit dan panglima perang wanita bukan merupakan fenomena aneh pada zaman penjajahan.
Bahkan, sebelum Belanda datang ke Nusantara, Kerajaan Aceh sudah punya Panglima Angkatan Laut wanita bernama Malahayati.
Selain kedua nama di atas, Cut Nyak Dien, Tengku Fakinah, Cut Meutia, Dewi Sartika, dll., tercatat punya peran besar dalam perjuangan mengusir penjajah dan mewujudkan kedaulatan Nusantara.
Terbukti lagi-lagi ada kekuatan terstruktur yang tak mau kalah. Ialah para pemilik paham liberal yang tahu betul, bahwa tidak akan ada yang mampu menghalangi upayanya menguasai dunia kecuali Islam. K. Mustarom dalam laporan Syamina, "Goyahnya Tata Dunia Liberal" menyebutkan bahwa ancaman Islam menurut gagasan Liberal Sekuler bukan karena Islam akan memaksa dunia untuk berpindah agama. Namun Islam adalah kompetitor terhadap liberalisme dalam menawarkan cara hidup.
Komentar
Posting Komentar